BeritaGeothermal — PT Pertamina (Persero) menempatkan pengusahaan panas bumi sebagai prioritas utama dalam upaya mendapatkan pendanaan dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
CEO Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE), John Anis, menegaskan bahwa energi panas bumi menjadi fokus utama karena potensinya sebagai sumber daya yang dapat diandalkan untuk pasokan listrik stabil dan berkelanjutan.
Panas Bumi sebagai Baseload Andal
Menurut John Anis, energi panas bumi memiliki keunggulan dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya karena dapat berfungsi sebagai baseload—sumber daya yang mampu menyediakan listrik secara terus-menerus tanpa bergantung pada kondisi cuaca.
“Kenapa geothermal (panas bumi) menjadi prioritas? Karena geothermal sudah jelas bisa menjadi baseload,” ujar John kepada Antara, Senin (10/2).
Ia menjelaskan bahwa tidak seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau tenaga angin yang bergantung pada kondisi cuaca, energi panas bumi dapat beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Oleh karena itu, Pertamina melihat geothermal sebagai solusi energi yang lebih andal dan stabil dalam mendukung transisi energi di Indonesia.
Potensi 3 GW Panas Bumi Siap Dimanfaatkan
Saat ini, melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), Pertamina telah mengelola kapasitas listrik panas bumi sebesar 672 MW yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Namun, kapasitas tersebut stagnan selama lebih dari empat tahun terakhir.
John mengungkapkan bahwa secara keseluruhan, Pertamina memiliki potensi energi panas bumi hingga 3 gigawatt (GW) yang sudah tersedia dan hanya perlu dimanfaatkan lebih lanjut.
“Kita sudah punya 3 gigawatt (energi panas bumi), artinya tidak perlu mencari lagi. Tinggal diusahakan dan dimanfaatkan,” kata John.
Pernyataan ini merespons pidato Presiden Prabowo Subianto dalam peluncuran BPI Danantara, di mana Presiden menekankan pentingnya kemitraan strategis antara BUMN, swasta, dan UMKM dalam pengembangan proyek infrastruktur, energi terbarukan, serta pendidikan.
Pendanaan untuk Proyek Transisi Energi
Meskipun memprioritaskan pengembangan energi panas bumi, John menegaskan bahwa hingga saat ini, Pertamina NRE masih mampu mendanai proyek-proyek transisi energi tanpa bergantung pada pendanaan dari Danantara.
“Tapi kalau misalkan perlu pendanaan lebih besar, ya pastinya kami akan lari ke Danantara,” ujarnya.
Pertamina NRE sendiri merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang energi baru terbarukan (EBT), termasuk tenaga surya, air, dan angin. Menurut proyeksi John, pada periode 2029–2030, Pertamina NRE akan membutuhkan pendanaan sekitar 6 miliar dolar AS atau setara Rp98,06 triliun (kurs Rp16.343) untuk mendukung proyek-proyek transisi energi.
“Itu masih proyeksi dan bisa berubah sesuai dengan dinamika di lapangan,” tutupnya.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini