Berita Geothermal — Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyoroti terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 5 Tahun 2025 yang mengatur Pedoman Jual Beli Listrik (PJBL) dari pembangkit berbasis Energi Terbarukan (ET).
Ketua IV METI, Eka Satria, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Medco Power Indonesia, menyampaikan bahwa peraturan ini sangat dinanti karena memberikan kepastian hukum bagi pengembang listrik berbasis ET.
“Peraturan ini sangat dinanti karena memberikan kepastian bagi pengembang pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan,” kata Eka Satria di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (12/3).
Dampak Positif bagi Pembangkit Panas Bumi
Eka menjelaskan beberapa poin positif dari peraturan ini bagi pengembang pembangkit panas bumi:
- Skema Excess Energy yang Lebih Fleksibel
Menurut Eka skema ini sangat positif terutama bagi pengembang panas bumi.
ia menambahkan, dalam pembangkit panas bumi (geothermal), sering ditemukan kelebihan uap (steam), dan dengan skema ini PLN dapat membeli kelebihan tersebut dengan harga yang lebih fleksibel hingga 80 persen dari harga PJBL.
“Dalam geothermal, ada kasus ditemukannya steam yang lebih banyak. Dalam kondisi ini dimungkinkn PLN dapat membelinya di luar kontrak dengan harga maksimal 80 persen,” kata Eka.
- Alokasi Risiko Volatilitas Mata Uang
PLN menanggung risiko fluktuasi mata uang melalui mekanisme pembayaran dalam rupiah dengan kurs JISDOR H-1.
Eka menandaskan, hal ini penting bagi proyek geothermal karena memperhitungkan ketidakpastian eksplorasi. Ini memungkinkan penyesuaian harga jika hasil eksplorasi berbeda dari proyeksi awal.
“Ini juga sangat positif sebab pemeritah megakui ketidakpastian masa eksplorasi. Ini sangat positif untuk pengembang panas bumi,” jelasnya.
Saran METI
Meskipun Permen ini sudah membawa kemajuan, METI memberikan beberapa saran perbaikan, yaitu:
- Detail Tambahan dalam PJBL dengan PLN
Agar implementasi lebih jelas, METI menyarankan adanya detail tambahan dalam kontrak PJBL maupun regulasi lain, seperti UU Energi Baru dan Terbarukan (UU EBT) yang sedang digodok pemerintah.
- Skema Insentif yang Lebih Kompetitif
METI mengusulkan skema Feed-in Tariff untuk memberikan kepastian harga jangka panjang. Untuk geothermal, skema staging perlu diatur guna mendukung keekonomian proyek.
- Pemanfaatan BOO dan Hak Ekonomi atas Karbon
Dengan diperbolehkannya skema Build-Own-Operate (BOO) dan kepemilikan nilai ekonomi karbon, pengembang dapat memperoleh insentif tambahan agar lebih kompetitif dibandingkan energi fosil.
- Pengaturan Valuta Asing dalam PJBL
Perlu aturan lebih rinci mengenai penggunaan mata uang asing dalam PJBL, terutama bagi proyek ET yang melibatkan investor asing.
- Pengurangan Ketidakpastian Eksplorasi dalam Geothermal
METI menekankan bahwa risiko ketidakpastian tidak hanya terjadi pada tahap eksplorasi, tetapi juga dalam fase eksploitasi dan pengembangan. Oleh karena itu, perlu mekanisme transparan dan adil bagi PLN serta pengembang dalam menghadapi tantangan ini.
Secara kesleuruhan Eka menyebut, Permen ESDM No. 5/2025 merupakan langkah maju dalam memberikan kepastian hukum bagi pengembang listrik berbasis ET, terutama dalam aspek teknis dan komersial.
Namun, METI menilai masih diperlukan diskusi lebih lanjut antara pemerintah, PLN, dan para pengembang untuk memastikan bahwa peraturan ini benar-benar dapat mendorong transisi energi Indonesia menuju sumber daya yang lebih bersih dan berkelanjutan.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini