Berita Geothermal — Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki kekayaan energi panas bumi yang melimpah, salah satunya di Dusun Watuwawer, Desa Atakore, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata. Fenomena alam ini menciptakan dapur alami, di mana warga setempat memasak tanpa api, cukup dengan memanfaatkan panas bumi yang keluar dari tanah.
Dapur Alam: Memasak dengan Panas Bumi
Dapur Alam Atadai adalah sebuah lapangan beruap panas yang digunakan warga untuk memasak makanan secara alami. Caranya cukup unik, warga menggali lubang sedalam kurang satu meter, memasukkan bahan makanan seperti jagung, ubi, atau kacang-kacangan, lalu menutupnya dengan batu dan daun pisang. Dalam waktu dua hingga tiga jam, makanan tersebut matang dengan sendirinya.
Metode memasak ini diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Selain menghasilkan cita rasa khas, cara ini juga mencerminkan pemanfaatan sumber daya alam yang cerdas dan berkelanjutan.
Salah satu hidangan favorit yang dihasilkan dari dapur alam ini adalah jagung rebus, yang tetap dibiarkan dalam cangkangnya saat dimasak. Aroma khas dari cangkang yang terkena panas bumi menambah kenikmatan rasa jagung tersebut.
Daya Tarik Wisata dan Prestasi Nasional
Keunikan dapur alam ini menjadikannya daya tarik wisata bagi pencinta kuliner dan budaya. Wisatawan yang berkunjung dapat melihat langsung proses memasak tradisional ini serta merasakan pengalaman unik menyantap makanan hasil olahan panas bumi.
Dapur alam Watuwawer Atadai ini berjarak sekitar 37 km dari Kota Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata, dengan akses jalan yang cukup baik. Berkat keunikannya, Dapur Alam Watuwawer berhasil meraih juara ketiga dalam kategori “Destinasi Unik” pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2023.
Pemanfaatan Panas Bumi untuk Sumber Air
Selain untuk memasak, panas bumi di Watuwawer juga dimanfaatkan sebagai sumber air melalui teknik kondensasi. Warga menggunakan plastik bening dan seng plat sebagai media untuk menangkap uap panas yang keluar dari tanah dan mengubahnya menjadi air.
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa seng plat lebih efektif dalam proses ini, menghasilkan sekitar 320 mL air dalam 60 menit, dibandingkan dengan plastik bening yang hanya menghasilkan 250 mL dalam waktu yang sama.
Teknik ini menjadi inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama dalam mengatasi keterbatasan sumber air bersih di daerah tersebut.
Masa Depan: Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pemerintah dan PLN kini berencana memanfaatkan panas bumi Atadei untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berkapasitas 10 MW. Sosialisasi proyek ini telah dilakukan dengan menghadirkan pakar energi panas bumi, termasuk Ir. Ali Ashat, Dipl. Geoth. En.Tech, dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Saat ini, Kabupaten Lembata masih bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang mahal dan kurang ramah lingkungan. Dengan adanya PLTP Atadei, penggunaan PLTD diharapkan dapat dikurangi, sehingga biaya listrik yang mencapai Rp105,85 miliar per tahun dapat ditekan.
Pembangunan PLTP Atadei merupakan langkah strategis dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia, sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan porsi energi bersih dalam bauran energi nasional.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini