Berita Geothermal — Gunung Tambora, gunung berapi aktif yang terletak di antara Kabupaten Bima dan Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini bukan sekadar tumpukan lava beku, melainkan lambang kekuatan alam yang pernah mengubah Iklim dunia.
Letusannya pada April 1815 tercatat sebagai letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah manusia, dikenal dengan skala Volcanic Explosivity Index (VEI) 7, menyemburkan lebih dari 160 miliar meter kubik material vulkanik ke atmosfer. Dampaknya? Mengubah wajah bumi dan iklim global untuk waktu yang lama.
Kawah Raksasa, Warisan Letusan Kolosal
Letusan itu membentuk sebuah kaldera raksasa dengan diameter sekitar 7 kilometer, kedalaman 800 meter, dan keliling mencapai 16 kilometer.
Sebelumnya, Gunung Tambora berdiri gagah lebih dari 4.000 mdpl. Namun setelah letusan, ketinggiannya menyusut drastis menjadi 2.851 mdpl. Kini, kawah Tambora menjadi daya tarik utama bagi para pendaki dan pencinta alam. Dari puncaknya, terbentang panorama dramatis: padang pasir yang ditumbuhi bunga edelweiss kerdil, pemandangan laut biru yang memeluk Pulau Satonda, hingga barisan gunung di kejauhan.
Namun keindahan ini lahir dari tragedi. Letusan Tambora menewaskan lebih dari 80.000 jiwa, menutup langit Sumbawa dalam kegelapan, meluluhlantakkan hutan dan tanaman, serta menghanyutkan segala sesuatu ke laut. Yang lebih mencengangkan, debu vulkanik Tambora menyebar ke atmosfer global, menyebabkan anomali iklim di Eropa dan Amerika Utara—tahun 1816 dikenang sebagai “The Year Without a Summer”.
Tambora Tak Pernah Tidur
Meski belum menunjukkan aktivitas sebesar letusan 1815, Tambora tetap aktif. Kawah Doro Api Toi di dalam kaldera masih memperlihatkan tanda-tanda aktivitas, termasuk aliran lava dan pembentukan kubah vulkanik. Gunung ini terus dipantau ketat oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
Kawasan Gunung Tambora ditetapkan sebagai Balai Taman Nasional Tambora, yang merupakan wisata pendakian yang diminati. Taman Nasional Tambora memang sangat lengkap. Selain menyuguhkan keindahan dan kekayaan alam Indonesia, juga menyuguhkan budaya, sejarah, dan petualangan dalam satu kawasan.
Air Panas dari Perut Bumi
Letusan Tambora juga meninggalkan jejak panas bumi yang unik. Salah satunya adalah Mata Air Hodo di Desa Sori Tatanga, Dompu. Mata air ini tak pernah kering, menyembur dari retakan batuan andesit bekas letusan. Ada pula Mada Oi Hodo di Desa Oi Hodo, yang mengalir di tepi jalan, tepat di samping pantai. Kedua lokasi ini menjadi daya tarik wisata tersendiri, menghadirkan perpaduan antara eksotisme alam dan kekuatan geologi.
Energi dari Dalam Tambora
Tak hanya memikat wisatawan, potensi panas bumi Tambora juga menarik dunia industri. Wilayah Hu’u Daha di Dompu ditetapkan sebagai wilayah kerja panas bumi sejak 2007, dengan cadangan energi mencapai 61 megawatt.
PT Sumbawa Timur Mining (STM) berencana memanfaatkan panas bumi ini untuk mendukung operasi tambang tembaga secara berkelanjutan—mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi energi. Ini menunjukkan bahwa Tambora bukan hanya sumber cerita masa lalu, tapi juga tumpuan masa depan energi hijau Indonesia.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini