Berita Geothermal —- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan apresiasi kepada delapan pemerintah daerah (Pemda) yang telah menerbitkan Peraturan Kepala Daerah tentang Pemanfaatan Bonus Produksi Panas Bumi. Langkah ini menunjukkan komitmen daerah dalam mengelola dana bonus produksi secara akuntabel, transparan, dan tepat sasaran.
Kedelapan Pemda yang menerima apresiasi tersebut adalah Kabupaten Bandung, Bogor, Garut, Muara Enim, Ogan Komering Ulu, Tapanuli Utara, Tanggamus, dan Sukabumi. Hingga akhir 2024, sebanyak 31 Pemda telah menerima bonus produksi panas bumi. Namun, masih ada 23 Pemda penghasil panas bumi lainnya yang diharapkan segera menerbitkan peraturan kepala daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2023.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiyani Dewi, menegaskan pentingnya peran Pemda dalam mendukung pengelolaan energi panas bumi untuk mencapai ketahanan energi nasional.
“Presiden Prabowo telah menekankan bahwa panas bumi adalah salah satu batu pijakan untuk mencapai swasembada energi. Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah daerah yang langsung mengelola wilayahnya, sangat diperlukan,” ujarnya dikutip dari laman Kementerian ESDM, Jumat, 7 Februari 2025.
Realisasi Bonus Produksi Panas Bumi Hampir Rp 1 Triliun
Sejak 2015 hingga 2024, total realisasi dana bonus produksi panas bumi hampir mencapai Rp950 miliar. Dana ini telah memberikan dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah penerima.
Menurut Eniya, pemanfaatan dana tersebut mencakup berbagai sektor, seperti pembangunan infrastruktur publik, fasilitas pendidikan dan kesehatan, pengembangan ekonomi lokal, serta instalasi air bersih.
Beberapa lapangan panas bumi yang berkontribusi besar terhadap realisasi dana bonus produksi antara lain Kamojang, Patuha, Darajat, Wayang Windu, dan Salak di Jawa Barat. Selain itu, ada juga lapangan panas bumi di Ulubelu, Lumut Balai, Muaralaboh, Sorik Marapi, dan Sarulla di Sumatera Utara, serta beberapa lapangan lainnya di Nusa Tenggara dan Sulawesi seperti Lahendong.
Pemanfaatan Bonus Produksi dan Tantangan Sosial
Eniya menekankan bahwa badan usaha pengembang panas bumi harus memperhatikan potensi isu sosial yang mungkin timbul, seperti ketidakmerataan distribusi manfaat, dampak lingkungan, hingga kurangnya pemahaman masyarakat mengenai proyek panas bumi. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengelolaan dana sangat penting untuk meminimalisir potensi konflik sosial serta menciptakan keharmonisan antara pelaku usaha dan warga sekitar.
Sebagai contoh pemanfaatan dana bonus produksi, Pemerintah Daerah di sekitar Lapangan Panas Bumi Kamojang, Patuha, Salak, dan Lumut Balai menggunakannya untuk pembangunan serta perbaikan infrastruktur jalan desa dan jalan usaha tani.
Di bidang pendidikan dan kesehatan, dana ini dimanfaatkan untuk pengadaan tanah bagi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sosialisasi kesehatan, program penanganan gizi buruk, serta renovasi puskesmas guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan.
Di sektor ekonomi lokal, Pemerintah Kabupaten Tanggamus memanfaatkan dana produksi untuk pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat, terutama di sektor pertanian dan pariwisata berbasis lokal. Sementara itu, Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Bandung mengalokasikan dana tersebut untuk pembangunan instalasi air bersih, termasuk Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) dan jaringan distribusi air bersih.
Dengan adanya regulasi yang jelas dan pemanfaatan yang tepat, bonus produksi panas bumi diharapkan dapat terus berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendukung ketahanan energi nasional. ***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini