Berita Geothermal — Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2025 yang mengatur pedoman perjanjian jual beli tenaga listrik dari pembangkit yang memanfaatkan sumber energi terbarukan. Regulasi ini bertujuan untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan serta memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan transaksi jual beli listrik.
Dasar Penetapan
Peraturan ini ditetapkan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional melalui pemanfaatan energi terbarukan. Salah satu fokusnya adalah percepatan pengembangan pembangkit listrik berbasis sampah serta sumber energi lainnya. Selain itu, regulasi ini disusun untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam transaksi jual beli tenaga listrik, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 21 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022.
Pembangkit tenaga listrik yang diatur dalam peraturan ini mencakup berbagai sumber energi terbarukan, di antaranya pembangkit listrik tenaga panas bumi, tenaga air, tenaga surya fotovoltaik, tenaga bayu, biomassa, biogas, energi laut, serta bahan bakar nabati.
Jangka Waktu Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL)
Dalam Pasal 5, diatur bahwa perjanjian jual beli listrik dapat berlangsung hingga 30 tahun sejak mulai beroperasi secara komersial (COD) dan dapat diperpanjang. Perpanjangan ini dilakukan tanpa memperhitungkan biaya investasi awal. PT PLN (Persero) memiliki kewenangan menentukan jangka waktu PJBL dengan mempertimbangkan aspek keekonomian proyek dan jenis pembangkit yang digunakan.
Jika perjanjian diperpanjang, harga jual tenaga listrik akan mengacu pada harga patokan tertinggi setelah tahun ke-10 sesuai ketentuan yang berlaku.
Komisioning dan Operasional Pembangkit
Komisioning dan Commercial Operation Date (COD) harus sesuai dengan peraturan di bidang ketenagalistrikan. Untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi, COD dapat dilakukan secara bertahap mengikuti ketersediaan pasokan uap.
Jika terjadi keterlambatan COD yang bukan akibat keadaan kahar dan pembangkit tidak dalam kondisi Deemed Commissioning, pemilik pembangkit akan dikenakan sanksi berupa Liquidated Damage. Penalti ini dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan dengan batas maksimum 180 hari kalender.
Transaksi Jual Beli Tenaga Listrik
PLN wajib membeli tenaga listrik sesuai dengan kapasitas yang telah disepakati dalam perjanjian dengan harga yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika produksi listrik melebihi kapasitas, PLN tetap dapat membeli kelebihan tersebut hingga batas maksimal 30% dari kapasitas yang disepakati, namun dengan harga lebih rendah, yakni maksimal 80% dari harga PJBL.
Jika pemilik pembangkit gagal menyalurkan listrik akibat Deemed Dispatch, PLN tetap wajib membayar sesuai ketentuan dalam PJBL. Namun, jika pemilik pembangkit tidak dapat memenuhi jumlah listrik yang telah disepakati tanpa alasan yang sah, mereka wajib membayar penalti kepada PLN.
Kinerja dan Penalti Pembangkit
Peraturan ini juga mengatur standar kinerja pembangkit listrik yang dinilai berdasarkan Availability Factor (AF), Capacity Equivalent (CE), dan kriteria teknis lainnya. Jika kinerja pembangkit tidak sesuai dengan kesepakatan, pemiliknya akan dikenakan penalti, kecuali dalam kondisi Deemed Dispatch.
Penalti mencakup berbagai aspek, seperti kegagalan memenuhi AF atau CE, kegagalan mempertahankan volt-ampere reactive (VAR), frekuensi, dan kecepatan naik-turun beban (ramp rate). Namun, penalti frekuensi dan ramp rate tidak berlaku bagi pembangkit tenaga surya fotovoltaik, tenaga bayu, dan tenaga energi laut.
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025, diharapkan investasi di sektor energi terbarukan semakin meningkat dan ketahanan energi nasional dapat terwujud melalui penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Salinan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Energi Terbarukan bisa Anda klik di tautan: Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini