Berita Geothermal – Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang sangat besar, mencapai 23,9 gigawatt (GW), atau sekitar 40 persen dari total potensi panas bumi dunia. Namun, pemanfaatan energi ini masih tergolong rendah, baru sekitar 2,653 megawatt (MW) atau sekitar 11 persen dari total potensi yang ada. Selain itu, sebagian besar komponen Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia masih bergantung pada impor.
Namun yang membanggakan adalah TKDN PLTP Kamojang. BRIN menyebutkan, PLTP Kamojang kini mencapai TKDN 63 persen karena sebagian besar komponennya telah diproduksi dalam negeri.
Namun, PLTP Lahendong masih memiliki TKDN sekitar 30 persen karena pengembangan teknologi siklus biner masih dalam tahap belajar dari Jerman melalui kerja sama dengan Federal Ministry of Education and Research serta GFZ German Research Centre for Geosciences.
Reverse engineering juga dilakukan bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi seperti Politeknik Negeri Manado dan Universitas Indonesia.
Peran BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (BRIN) melalui Balai Besar Teknologi Konversi Energi – Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKE – OR PPT) turut berperan dalam penelitian dan inovasi teknologi PLTP.
BRIN telah mengembangkan beberapa teknologi PLTP guna meningkatkan efisiensi dan pemanfaatan energi panas bumi, termasuk:
- PLTP Skala Demo Plant
BRIN telah mengembangkan PLTP skala demo plant di Kamojang, Jawa Barat, dan Lahendong, Sulawesi Utara sejak 2010. Kedua PLTP ini memiliki teknologi berbeda:
o PLTP condensing di Kamojang berkapasitas 3 MW.
o PLTP siklus biner di Lahendong berkapasitas 500 kW, yang dirancang untuk sumur panas bumi dengan entalpi rendah atau brine water.
- PLTP Modular
Untuk meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi, BRIN mengembangkan PLTP Modular. Teknologi ini dirancang dengan konsep tapak yang lebih ringkas, mobilisasi dan instalasi yang lebih cepat, serta fleksibilitas tinggi dalam penempatan di kepala sumur mana pun.
Diharapkan, pada 2025, PLTP Modular condensing dan siklus biner dapat mencapai tahap komersialisasi dan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Dukungan Pindad dan Industri Nasional
Pengembangan PLTP juga mendapat dukungan dari berbagai industri nasional. Komponen utama seperti turbin dan generator telah diproduksi oleh PT Pindad dan PT Nusantara Turbin Propulsi dengan kapasitas produksi hingga 10 MW.
Selain itu, komponen mekanikal seperti demister dan condenser didukung oleh BUMN strategis seperti PT Boma Bisma Indra dan PT Barata Indonesia.
Kendala Regulasi
Meskipun secara teknis PLTP Kamojang dan Lahendong telah teruji dan bahkan listriknya sudah terkoneksi dengan jaringan PT PLN, masih terdapat kendala dalam regulasi.
Kepala B2TKE – OR PPT Cahyadi dikutip dari laman BRIN menyebutkan, UU Ketenagalistrikan belum mengakomodasi kebutuhan riset PLTP, sehingga masih diberlakukan persyaratan yang sama seperti PLTP komersial, seperti Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
Selain itu, belum ada mekanisme yang mengatur hibah aset PLTP demo plant ke BUMN agar dapat dimanfaatkan lebih lanjut.
Harapan ke Depan
Agar PLTP nasional semakin berkembang, diperlukan kebijakan yang mendukung komersialisasi hasil riset dan pemberdayaan industri dalam negeri. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penugasan kepada BUMN untuk mengadopsi teknologi PLTP buatan dalam negeri, terutama di wilayah tengah dan timur Indonesia yang memiliki potensi panas bumi besar.
Dengan dukungan regulasi yang tepat dan sinergi antara pemerintah, industri, dan akademisi, PLTP buatan Indonesia dapat menjadi pilar utama dalam transisi energi bersih nasional, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, serta meningkatkan ketahanan energi negara di masa depan.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini