Berita Geothermal — Di tengah tekanan perlambatan ekonomi global, sektor energi baru terbarukan (EBT) tetap menunjukkan ketahanan, khususnya pada subsektor panas bumi. Optimisme ini tidak lepas dari komitmen kuat pemerintah Indonesia dalam mendukung transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Wakil Ketua Komite Tetap Perencanaan Pengembangan EBT KADIN Indonesia, Feiral Rizky Batubara, menilai bahwa panas bumi di Indonesia tetap menjadi sektor yang tangguh dan menjanjikan. Ia mencontohkan kinerja PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang solid sebagai bukti nyata kekuatan industri ini.
Laporan keuangan kuartal pertama 2025 menunjukkan bahwa PGEO mencatat pendapatan sebesar US$101,51 juta. Kinerja perusahaan ini juga didukung oleh peningkatan total aset sebesar 0,93% menjadi US$3,03 miliar, serta lonjakan kas bersih dari aktivitas operasi sebesar 12,04% secara tahunan menjadi US$77,47 juta. Menurut Feiral, pencapaian ini menjadi sinyal positif bagi investor yang ingin masuk ke sektor EBT, khususnya panas bumi.
Feiral menambahkan bahwa pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen serius dalam mengembangkan EBT. Hal ini ditunjukkan melalui kebijakan dan upaya untuk mempersiapkan infrastruktur yang mendukung energi bersih, termasuk oleh PLN dan Kementerian ESDM yang tengah menyusun kesiapan jaringan listrik untuk menyerap energi panas bumi. Komitmen ini dinilai memberi kepastian bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri.
Namun demikian, Feiral mengingatkan bahwa transisi energi yang sedang berlangsung tetap memiliki tantangan. Salah satunya adalah kebutuhan akan sumber energi “baseload” yang stabil sebagai penyeimbang energi intermiten seperti tenaga surya dan angin.
“Dalam hal ini, panas bumi dianggap sebagai pilihan andal karena mampu menghasilkan energi secara terus-menerus dengan kapasitas faktor mencapai 90 persen” kata Feiral dikutip Jumat (9/5).
Meski begitu, pengembangan panas bumi di Indonesia tidak lepas dari tantangan geografis karena sebagian besar sumber daya terletak di wilayah pegunungan. Oleh karena itu, menurut Feiral, diperlukan dukungan pemerintah dalam hal perizinan, pembiayaan, serta aspek komersial agar potensi besar ini dapat dioptimalkan.
Dalam mendukung pengembangan sektor ini, pemerintah telah menetapkan target ambisius. Melalui Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2025, ditetapkan kontribusi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 5,1% dari bauran energi nasional pada 2060 atau setara 22,7 gigawatt (GW). Saat ini, kapasitas terpasang PLTP baru mencapai 2,6 GW, di mana PGEO berkontribusi sebesar 1,887 GW, termasuk 672 megawatt (MW) dari unit yang dikelola sendiri.
Untuk mempercepat pencapaian target tersebut, PGE menargetkan peningkatan kapasitas terpasang mandiri menjadi 1 GW dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Proyek-proyek strategis seperti Lumut Balai Unit 2 (55 MW), Hululais Unit 1 dan 2 (110 MW), serta sejumlah proyek co-generation (230 MW) menjadi andalan pengembangan ke depan.
Feiral juga menyambut baik ekspansi PGE ke luar negeri dan menilai hal ini sebagai langkah strategis untuk memperluas pasar. Selain itu, perusahaan lain seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang juga mencatat kinerja positif menjadi indikator bahwa sektor ini semakin menarik perhatian pasar dan investor global.
Dengan cadangan panas bumi nasional mencapai 24 GW atau sekitar 40 persen dari total potensi global, Indonesia berada pada posisi strategis untuk menjadi pemimpin dunia dalam energi panas bumi. Tantangan tetap ada, namun dengan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan investor, peluang pengembangan sektor ini tetap terbuka lebar.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini