Berita Geothermal — Pengembangan panas bumi di Indonesia kini tidak lagi hanya dipandang sebagai sumber energi bersih, melainkan sebagai motor penggerak ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi panas bumi untuk mendukung transisi menuju emisi nol karbon pada 2060, sekaligus mewujudkan kedaulatan energi nasional sebagaimana tertuang dalam visi Asta Cita Presiden RI, Prabowo Subianto.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa panas bumi memiliki potensi lebih besar dari sekadar penyedia energi.
Ia menyebutkan, sektor ini kini membuka peluang inovasi di berbagai bidang seperti produksi hidrogen hijau, perdagangan karbon, ekstraksi mineral bernilai tinggi, pengembangan ekowisata, hingga pemanfaatan langsung panas bumi untuk industri dan masyarakat.
“Semua ini adalah wajah baru dari sektor panas bumi yang inklusif dan progresif,” jelas Eniya.
Ia menambahkan, dalam aspek ekonomi, pengembangan panas bumi terbukti memberikan kontribusi signifikan. Lebih dari 5.200 tenaga kerja profesional diserap secara langsung dalam proyek-proyek panas bumi. Tidak hanya itu, sektor ini juga menciptakan efek berganda (multiplier effect) yang membuka lapangan bagi sekitar 900 ribu tenaga kerja tidak langsung.
Selama satu dekade terakhir, investasi langsung di sektor ini telah mencapai USD 9,3 miliar. Sementara itu, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari panas bumi mencapai Rp 18,2 triliun. Bonus produksi yang disalurkan ke pemerintah daerah penghasil juga menembus angka Rp 1 triliun.
Dalam lima tahun terakhir, sektor panas bumi turut berkontribusi terhadap penyerapan barang dan jasa dalam negeri dengan nilai mencapai Rp 9 hingga 10 triliun. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 38%, dan lebih dari 16.000 tenaga kerja diberdayakan di bidang manufaktur pendukung.
“Pengembangan ini sekaligus mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi mereka,” ujar Eniya.
Kunci Keberhasilan: Dukungan Masyarakat Lokal
Tak hanya soal angka, Eniya menekankan bahwa keberhasilan proyek panas bumi sangat ditentukan oleh penerimaan sosial dari masyarakat setempat. Melalui pendekatan Sustainable Geothermal Development, ia mendorong seluruh pihak untuk menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pemanfaatan langsung panas bumi, seperti pemandian air panas, pengolahan hasil pertanian, hingga objek wisata edukatif, disebut sebagai contoh bagaimana energi ini bisa langsung dinikmati oleh masyarakat sekitar sejak awal proyek. Ini bukan hanya meningkatkan pemahaman publik, tetapi juga memperkuat dukungan sosial terhadap keberlanjutan proyek.
“Kesuksesan pembangunan panas bumi tak hanya ditentukan oleh angka-angka, tetapi kunci utamanya adalah penerimaan sosial dari masyarakat lokal,” tegas Eniya.
Potensi Raksasa yang Belum Tergali Sepenuhnya
Indonesia memiliki potensi panas bumi mencapai 23,74 GW yang tersebar di 368 titik di seluruh nusantara. Saat ini, kapasitas terpasang baru mencapai 2,68 GW, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas panas bumi terpasang terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.
“Potensi ini harus terus dimaksimalkan. Kami mendorong semua pemangku kepentingan untuk terus menyuarakan pentingnya pengembangan panas bumi yang berkelanjutan, dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis masyarakat,” pungkas Eniya.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini