Berita Geothermal — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) didesak untuk segera menyusun peta risiko sosial dalam pemanfaatan panas bumi, khususnya untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Peta ini dinilai penting sebagai langkah mitigasi awal, terutama di wilayah kerja atau lapangan panas bumi yang akan dilakukan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE).
Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI), Hasanuddin, menyampaikan hal tersebut dalam keterangan persnya pada Sabtu (12/4). Pernyataan ini merespons penolakan dari masyarakat di sejumlah daerah terhadap proyek pemanfaatan panas bumi, seperti yang terjadi saat ini di Flores.
Menurut Hasanuddin, penolakan tersebut sebagian besar disebabkan oleh minimnya sosialisasi dari pemerintah sejak tahap awal. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap proses dan manfaat pengembangan panas bumi akhirnya menimbulkan keresahan yang berdampak negatif terhadap investasi di sektor ini.
“Jangan sampai ketidaktahuan masyarakat akibat kurangnya sosialisasi justru memicu protes yang mengganggu investasi panas bumi,” tegas Hasanuddin.
Melibatkan Pemangku Kepentingan Sejak Awal
Lebih lanjut, Hasanuddin menegaskan bahwa selain peta risiko sosial, pemerintah juga perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan sejak tahap awal, termasuk dalam proses penetapan wilayah kerja. Ia menilai selama ini keterlibatan tersebut masih sangat minim, bahkan cenderung diabaikan.
“ADPPI melihat pemerintah pusat masih abai terhadap pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya.
Hasanuddin menekankan bahwa membangun proyek panas bumi tanpa mitigasi sosial sama saja dengan mengorbankan para pengembang dan Independent Power Producer (IPP). Ia mengingatkan pemerintah agar belajar dari berbagai dinamika yang pernah terjadi dalam sejarah pengusahaan panas bumi di Indonesia.
Pemerintah Dianggap Lepas Tangan
Selain itu, Hasanuddin juga mengkritik sikap pemerintah yang terkesan membiarkan pengembang dan IPP menghadapi dinamika sosial seorang diri, tanpa dukungan dan perlindungan yang memadai.
Padahal, menurutnya, negara telah menikmati manfaat dari sektor ini dalam bentuk bonus produksi dan dana bagi hasil dari pengusahaan PLTP.
Harapan untuk Pemerintahan Baru
Mengakhiri pernyataannya, Hasanuddin menyampaikan harapannya kepada pemerintahan Prabowo Subianto agar segera mengevaluasi pendekatan sosial dalam pengembangan proyek panas bumi, terutama di lapangan-lapangan yang masih berada dalam tahap eksplorasi.
“Kami berharap pemerintahan Prabowo Subianto yang terbuka dan demokratis segera mengevaluasi aspek sosial dalam proyek panas bumi demi kelangsungan investasi yang berkelanjutan,” pungkasnya.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini