Berita Geothermal – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani Perintah Eksekutif pada 20 Januari 2025 yang menegaskan penarikan AS dari Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement).
Salah satu poin utama dalam kebijakan tersebut adalah perintah kepada Duta Besar Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bekerja sama dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan, untuk segera menghentikan atau mencabut segala komitmen keuangan yang telah dibuat berdasarkan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim.
Selain itu, AS juga berupaya membatasi kontribusi keuangan kepada negara-negara lain dalam upaya mitigasi perubahan iklim serta adaptasi terhadap dampak lingkungan global. Mengingat AS adalah salah satu negara paling berpengaruh di dunia, keputusan ini berpotensi memperlambat berbagai inisiatif internasional dalam percepatan investasi dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).
Namun, apakah keluarnya AS dari Paris Agreement menjadi ancaman bagi pengembangan energi panas bumi di Indonesia, terutama mengingat kebijakan tersebut juga menghentikan bantuan keuangan bagi negara-negara berkembang dalam pengelolaan perubahan iklim? Seberapa besar dampaknya terhadap pengusahaan dan pengembangan EBT, khususnya sektor panas bumi di Indonesia?
Panas Bumi sebagai Solusi Energi Berkelanjutan
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Julfi Hadi, menegaskan bahwa perubahan iklim adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihentikan, tetapi bisa diperlambat melalui langkah-langkah strategis.
“Perubahan iklim itu nyata, very real, dan tidak bisa kita hentikan. Yang bisa kita lakukan adalah memperlambat,” ujar Julfi dalam keterangannya kepada BeritaGeothermal.com pada Jumat (7/3).
Ia menambahkan bahwa Indonesia, sebagai negara kepulauan, jutru berada di garis depan dalam menghadapi dampak perubahan iklim karena aka menghadapi ancaman naiknya permukaan air laut. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah saat ini dinilai tepat, salah satunya dengan membangun infrastruktur seperti pagar laut serta memprioritaskan kemandirian energi melalui pengembangan beragam sumber EBT.
Geothermal, Energi Ideal untuk Masa Depan
Julfi menegaskan bahwa dalam upaya menghadapi perubahan iklim dan mencapai kemandirian energi, panas bumi atau geothermal merupakan solusi yang paling ideal. Indonesia memiliki cadangan panas bumi yang sangat melimpah dan tersebar di banyak pulau.
Julfi Hadi juga menegaskan bahwa panas bumi di Indonesia adalah yang terbaik di dunia karena suhunya di atas 200 derajat Celsius atau entalpi tinggi. Sementara di egara-negara lain, di Amerika Serikat misalnya, suhu yang mereka dunkana di bawah panas bumi Indonesia.
“Indonesia memiliki potensi panas bumi terbaik di dunia. Temperatur panas bumi kita mencapai 200 derajat Celsius ke atas, masuk dalam kategori entalpi tinggi. Ini sangat menguntungkan dibandingkan dengan negara lain, seperti AS, yang banyak memanfaatkan panas bumi dengan temperatur lebih rendah. Di kita, yang entalpi redah belum kita manfaatkan,” jelasnya.
Terkait pendanaan, Julfi tidak merasa khawatir. Menurutnya, dengan kolaborasi berbagai pihak, tantangan dalam pendanaan pengusahaan paas bumi dapat diatasi.
Yang harus ditekankan, tegas Julfi, sebelum ke pendanaan adalah bahwa panas bumi merupakan potensi energi domestik sebab sumber daya panas bumi melimpah dan tersebar di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan energi panas bumi harus menjadi prioritas dalam peta jalan transisi energi nasional.
Disisi lain, lajutnya, panas bumi memiliki keuggulan dari energi lain karena sifatnya yang stabil dan andal sebagai sumber listrik.
“Geothermal ini terbukti sebagai base load. Jika kita ingin menggantikan bahan bakar fosil, pilihannya harus base load. Jadi, kita tidak perlu berbicara banyak hal lain. Geothermal sudah siap menjadi pemain utama dalam transisi energi,” ujarnya.
Sejatinya, energi dari panas bumi bisa menggantikan peran batu bara. Sebagai pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT), panas bumi masuk ke dalam base load (beban dasar)
“Geothermal ini satu, akan bisa menambah, sudah pasti tadi transisi ya, karena ini proven base load. The only base load. Kalau mau ganti fossil fuels, harus base load. Jadi kita nggak usah ngomongin apa-apa lagi, geothermal is set up to be the main transition player disini,” imbuhnya.
Julfi menuturkan, dengan penggunaan energi panas bumi, Indonesia juga bisa mencapai kemandirian energi. Bahkan, bisa mendorong pengurangan impor minyak ke Indonesia.
“Energy security, self sufficient in energy. Nama juga self sufficient, harus memakai energinya Indonesia. Kita negara volcano, geothermal adalah energinya Indonesia. Seandainya kalau geothermal dipakai di Indonesia karena immobile, mungkin impor minyak juga bisa dilihat lagi. Sebegitu dahsyatnya kita bisa,” tandas dia.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini