Berita Geothermal — Bank Pembangunan Jerman, Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW), bersama PT PLN (Persero) melakukan kunjungan lapangan ke Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Ulumbu dan Mataloko di Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan ini merupakan bagian dari misi bersama untuk memastikan bahwa pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dilakukan secara berkelanjutan dan selaras dengan kebutuhan sosial serta ekologi setempat.
Misi tersebut melibatkan sinergi lintas unit PLN, seperti DIV MPB, DIV KEU, DIV PMO, DIV TEK, UIP NUSRA, dan UPP NUSRA 2, yang mendampingi tim KfW dalam meninjau kondisi masyarakat dan lingkungan sekitar lokasi pengembangan PLTP Ulumbu dan Mataloko.
Dalam rangkaian kunjungan ini, KfW mengadakan site visit ke sejumlah titik penting seperti wellpad, PLTP eksisting, serta area strategis lainnya. Mereka juga menjadwalkan dialog dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, keuskupan, dan perwakilan masyarakat adat.
Pada Sabtu, 24 Mei 2025, tim KfW dan PLN bertemu langsung dengan perwakilan masyarakat dari lima desa di Kecamatan Golewa: Desa Wogo, Radabata, Ulubelu, Dadawea, dan Tiwotada. Pertemuan berlangsung di Kantor Camat Golewa dan dipandu oleh Camat Golewa, Moses Jaga.
Kelima desa tersebut berada di sekitar rig 1 PLTP Mataloko, sehingga menjadi wilayah yang paling terdampak langsung dari proyek ini.
Dari pihak KfW, hadir Diana Arango, Lead Coordinator of Energy Sector di Kantor KfW Jakarta. Dalam sambutannya, Diana menjelaskan bahwa KfW telah lama mendukung pembangunan proyek-proyek energi di Indonesia, termasuk pembangkit listrik tenaga air, jaringan kabel, dan khususnya pembangkit listrik tenaga panas bumi.
“Mataloko bukan satu-satunya proyek energi baru terbarukan yang kami danai. Khusus untuk Mataloko, kerja sama kami dengan PLN telah berlangsung sejak 2018 dan terus berlanjut hingga kini,” ujar Diana.
Ia menjelaskan, KfW merupakan bank pembangunan milik pemerintah Jerman yang mendapat mandat untuk bekerja sama dengan Indonesia melalui PLN.
“Mandat ini memungkinkan kami menjalankan proyek dengan skema pendanaan yang lebih murah karena disubsidi oleh Pemerintah Jerman,” tambahnya.
Diana menekankan bahwa seluruh proyek yang didanai KfW wajib mengikuti standar internasional. Hal ini mencakup kepatuhan terhadap aspek keberlanjutan lingkungan, perlindungan hak-hak masyarakat sekitar, serta keterbukaan informasi terkait dampak positif dan negatif dari proyek yang dijalankan.
“Jika semua standar ini terpenuhi, maka KfW akan terus mendukung dan mendanai proyek ini,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bektiwacono, Vice President of Offshore Funding and Grant PT PLN (Persero), mengatakan bahwa kehadiran tim PLN bersama KfW di tengah masyarakat bertujuan untuk menyerap dan memahami seluruh suara dari masyarakat, termasuk pihak gereja.
“Terkait adanya perbedaan pendapat dari masyarakat maupun pihak gereja, kami datang bukan untuk memaksakan kehendak, melainkan untuk mendengar dan menggali informasi lebih dalam,” ungkap Bektiwacono.
Ia juga menyampaikan bahwa PLN sangat menghormati perbedaan pandangan, termasuk dari pihak gereja, dan tidak akan menyampaikan argumen yang bersifat defensif. Justru, PLN terbuka terhadap diskusi yang jujur dan tulus demi kelestarian lingkungan.
“Kami percaya bahwa dokumen Laudato Si’ dari Paus Fransiskus memberikan ruang yang besar untuk perbedaan pandangan dan dialog yang terbuka demi kebaikan bersama,” pungkasnya.
Kegiatan ini merupakan agenda awal dari rangkaian dialog dan konsultasi. Selanjutnya, tim akan melanjutkan pertemuan dengan Bupati Ngada, jajaran Forkopimda, masyarakat terdampak lainnya, serta pihak gereja sebagai bagian dari upaya membangun komunikasi yang konstruktif dan inklusif.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini