Berita Geothermal – UGM (Universitas Gadjah Mada) tak akan lelah-lelah meneliti panas bumi.”
Hal itu ditegaskan Pri Utami, ahli panas bumi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam dikusi publik bertajuk “Pengembangan Geothermal di Pulau Flores” yang digelar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (4/9).
Dalam kesempatan itu, Pri Utami menegaskan komitmen UGM untuk terus melakukan penelitian demi pemanfaatan energi panas bumi yang berkelanjutan, termasuk di NTT dan kawasan timur Indonesia.
Pri menyebut, potensi panas bumi sangat besar dan saat ini tercatat 88 negara telah memanfaatkannya untuk pemanas dan pendingin ruangan serta kepentingan lainnya, sementara 31 negara menggunakannya sebagai sumber listrik.
Meski potensinya besar, Pri Utami menilai panas bumi justru termasuk energi yang paling banyak disalahmengertikan. Saat dirinya aktif di International Geothermal Association (IGA), ia melihat masih banyak kesalahpahaman, baik di tingkat masyarakat maupun pemangku kepentingan.
“Ini menjadi tantangan kita bersama agar tidak ada lagi kesalahan persepsi. Panas bumi adalah energi yang bersih, ramah lingkungan, dan punya banyak keunggulan,” ujarnya.
Pri menegaskan bahwa pemanfaatan panas bumi di Indonesia sudah dimulai sejak lama, bahkan sebelum negara ini bernama Indonesia.
Tahun 1918, Belanda sudah memanfaatkan panas bumi di Kamojang, Jawa Barat. Namun, karena energi ini tidak bisa dijadikan mesin perang atau diekspor seperti minyak dan batubara, pengembangannya kurang didorong pada masa kolonial.
Kini, Indonesia memiliki 19 pembangkit panas bumi, beberapa di antaranya ada di Pulau Flores sehingga Indonesia menjadi negara dengan pemanfaatan panas bumi juara kedua di dunia.
“Tapi sekali lagi ini bukan soal juara- juaraan, tapi bagaimana negara kita berusaha menyediakan tenaga listrik yang bersih, ramah lingkungan dan pasokannya dapat diandalkan,” jelasnya.
Saat ini, terdapat 360 titik potensi panas bumi di Indonesia dengan total potensi lebih dari 23 gigawatt (GW). Namun sebagian besar masih berada pada status spekulatif atau hipotetik.
“Ini tantangan bagi para ilmuwan, teknokrat, dan juga mahasiswa untuk meningkatkan pembuktian cadangan panas bumi sehingga tidak lagi bersifat spekulatif, melainkan benar-benar terbukti,” jelasnya.
NTT: Surga Panas Bumi yang Terus Diteliti
Khusus untuk Nusa Tenggara Timur (NTT), Pri menekankan bahwa potensi panas bumi sudah lama diketahui, jauh sebelum kawasan Flores dijuluki “surga panas bumi.”
Ia menceritakan pengalamannya pada tahun 1995–1996 saat memeriksa sumur Ulumbu 1 dan 2, yang berlanjut ke sumur 3. Hasil penelitiannya mengungkap bahwa panas bumi Ulumbu terbukti layak untuk dikembangkan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Kini, lanjut Pri, penelitian panas bumi di NTT terus berlanjut. Akademisi UGM kini sedang meneliti evolusi vulkanologi di Flores, pengembangan teknologi close loop geothermal, hingga pemanfaatan potensi panas bumi berskala kecil yang kebanyakan berada di Timur Indonesia.
“UGM tidak akan pernah lelah meneliti panas bumi, termasuk di NTT. Kami ingin potensi ini dimanfaatkan bukan hanya untuk listrik, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan,” tandas Pri Utami.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini