Berita Geothermal — PT Geo Dipa Energi (Persero) Unit Patuha terus mengembangkan pemanfaatan langsung (direct use) energi panas bumi. Terbaru, perusahaan tersebut tengah mengkaji kemungkinan pemanfaatan panas bumi untuk pengeringan teh, sebuah langkah inovatif yang berpotensi mengangkat sektor perkebunan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasi.
Kajian pemanfaatan panas bumi untuk pengeringan teh ini dilatarbelakangi kunjungan dari pemilik serta tim PT Chakra Perkebunan Teh Dewata ke Geo Dipa Patuha pada Rabu (10/9).
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas berbagai aspek terkait pengolahan teh, mulai dari jenis tanaman, metode pengolahan, hingga ragam produk yang dihasilkan. Diskusi ini membuka peluang untuk menjadikan energi panas bumi sebagai pengganti sumber panas konvensional dalam proses pengeringan teh.
Diketahui, sebagian area operasional PLTP Patuha memang dikelilingi oleh perkebunan teh, baik milik pemerintah maupun swasta. Jika pengeringan teh dengan panas bumi bisa dilakukan, ini akan menjadi terobosan besar Geo Dipa Patuha yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Robi Badrudin dari PT PT Chakra Perkebunan Teh Dewata mengatakan, pihaknya sangat tertarik dengan inovasi-inovasi Geo Dipa Patuha dalam mengembangkan pemanfaatan langsung panas bumi.
“Kebetulan, lokasi perkebunan kami tidak jauh dari PLTP Patuha, bahkan saya setiap hari melewati PLTP Patuha jika berangkat kerja ke perkebunan teh,” jelasnya.
Robi berharap, pihaknya dan Geo Dipa bisa menjalin kolaborasi dalam pemafaatan panas bumi untuk pengeringan teh.
“Mudah-mudahan ada teknologi yang pas untuk bisa menggunakan panas bumi di industri teh.
Teknologi itu pun harus berkelanjutan karena industri teh adalah bisnis yang panjang atau longterm,” jelasnya.
Pemanfaatan panas bumi untuk pengeringan hasil pertanian bukanlah hal baru di Indonesia. Di PLTP Kamojang, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berhasil membangun dryhouse untuk pengeringan kopi.
Melalui metode ini, kopi dapat dikeringkan lebih cepat, higienis, dan tidak tergantung cuaca. Hasilnya adalah lahirnya kopi Canaya yang bahkan menembus pasar ekspor ke Asia dan Eropa.
Di PLTP Lahendong, panas bumi dimanfaatkan untuk memasak gula aren. Proses ini membuat pemasakan lebih stabil, efisien, dan ramah lingkungan karena tidak lagi mengandalkan kayu bakar.
Kedua contoh tersebut menunjukkan betapa luasnya potensi direct use panas bumi untuk mendukung ekonomi lokal.
Sementara itu, pemanfaatan panas bumi khusus untuk pengeringan teh masih tergolong baru. Meski demikian, sejumlah studi telah menggarisbawahi peluangnya.
Kajian pernah dilakukan di Malabar, Jawa Barat, dengan memanfaatkan panas dari lapangan panas bumi Wayang Windu untuk proses withering dan drying teh. Studi lain oleh program GEOCAP juga menilai potensi pemanfaatan panas bumi Kertamanah untuk industri pengolahan teh.
Bahkan, lembaga riset di Islandia turut menyalurkan dana penelitian untuk mengembangkan pengeringan teh berbasis geothermal di Kenya.
Secara teknis pemanfaatan panas bumi untuk pengeringan teh bisa dilakukan lewat heat exchanger, yakni sistem penukar panas yang menyalurkan energi dari fluida panas bumi ke udara pengering.
Metode ini aman, efisien, dan mampu menjaga kualitas teh karena proses pengeringan dapat berlangsung stabil tanpa terpengaruh musim.
Jika berhasil diwujudkan, inisiatif Geo Dipa Patuha ini akan menjadi inovasi penting pemaanfaatan panas bumi di bidang lain, sehingga bukan hanya mendukung ketahanan energi bersih, tetapi juga memperkuat daya saing produk teh lokal di pasar global.***
Ikuti Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp beritageothermal.com klik di sini